Rabu, 13 Februari 2019

Menerapkan ROBOT sebagai pengganti kita Berkarir??

Hallo,

Pada artikel kali ini mengenai Teknologi Zaman Now yang membuat sedikit was-was juga sih😅, yaitu tentang Kecerdasan buatan atau sering juga disebut AI. Saat ini kecerdasan buatan menjadi lebih bermanfaat dan lebih efisien dalam menghemat waktu serta pekerjaan kita, dengan sifatnya otomatisasi. Padahal di masa lalu, otomatisasi dianggap sebagai ancaman bagi tenaga kerja yang memiliki keterampilan rendah ataupun tidak memiliki keterampilan sama sekali. Karena itu para pekerja saat ini di mana pun berada menjadi cemas tentang bagaimana zaman baru otomatisasi dapat memengaruhi prospek karier mereka.

Serem juga kan?!. Apalagi sampai terjadi menerapkan robot sebagai pengganti kita berkarir.😓😓

Sebuah studi terbaru Pew Research menemukan, bahwa di 10 negara maju dan berkembang zaman sekarang, sebagian besar pekerja berharap AI atau komputer dapat melakukan banyak pekerjaan yang saat ini dilakukan oleh manusia dalam 50 tahun. Pekerja jelas cemas tentang efek dari pasar kerja kecerdasan buatan dan otomatisasi.

Perkiraan tentang seberapa banyak tenaga kerja yang dapat diotomatisasi sangat bervariasi dari sekitar 9% hingga 47%. Seperti perkiraan konsultan McKinsey, saat ini hingga 800 juta pekerja di seluruh dunia dapat diungsikan dengan otomatisasi robot atau AI pada tahun 2030 nanti. Dan beberapa pekerjaan akan berubah secara dramatis, sementara yang lainnya akan hilang.

Untuk itu, jika otomatisasi dapat membuat pasar kerja menjadi lebih sedikit, bisakah pendidikan membantu membuktikan bahwa ROBOT Karir atau AI dapat menggantikan pekerjaan kita?. Menurut presiden Universitas Northeastern Joseph Aoun, yang menulis Bukti-Robot: Pendidikan Tinggi di Zaman Kecerdasan Buatan.

Northeastern University president Joseph Aoun says we'll have to combine technical, data and human skills to keep up in an uncertain future (Credit: Getty Images)
Beliau mengatakan pendidikan saat perlu berubah secara dramatis jika pekerja ingin beradaptasi dengan lingkungan baru ini. Solusinya, yang ia sebut humanics, memiliki tiga pilar dasar :

  • Kemampuan teknis : memahami bagaimana mesin berfungsi dan bagaimana berinteraksi dengannya. Karena kecerdasan buatan dan robotik semakin mampu mengimbangi, mesin akan masuk ke peran yang pernah dimonopoli oleh manusia. Beberapa karyawan mungkin tidak akan bertahan lama, tetapi yang lain akan bekerja dengan mesin atau AI, dan mungkin menjadi jauh lebih produktif untuk hasilnya. Pekerja dengan landasan kode seperti AI dengan prinsip-prinsip teknik akan ditempatkan lebih baik untuk berkembang pada tempat kerja.
  • Disiplin data : menavigasi lautan informasi yang dihasilkan oleh mesin ataupun AI ini, pekerja akan membutuhkan literasi data untuk membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi yang hampir tidak berdasar dan mulai dari keputusan bisnis utama, stock picks hingga keputusan pembelian.
  • Dan disiplin manusia : "yang dapat kita lakukan sebagai manusia tidak dapt ditiru oleh mesin atau AI untuk masa yang akan datang." Aoun mengatakan hal ini termasuk kreativitas, kelincahan budaya, empati dan kemampuan untuk mengambil informasi dari satu konteks dengan menerapkannya pada yang lain. istilah pendidikan, ini berarti kurang penekanan pada ruang kelas dan penekanan yang lebih besar pada pengalaman belajar.
Automation and AI aren't just going to affect lower-skill workers – professions such as law and accounting will be disrupted too (Credit: Getty Images)

Pada Forum Ekonomi Dunia menyarankan banyak pekerjaan kerah putih, seperti akuntansi, akan menghadapi risiko otomatisasi di masa depan, sementara OECD mengatakan pekerjaan berketerampilan rendah akan paling rentan dan masih akan ada korelasi kuat antara pendidikan dan pendapatan. Either way, keterampilan menjadi usang lebih cepat dari sebelumnya.

“Satu generasi yang lalu, waktu paruh keterampilan adalah sekitar 26 tahun, dan itu adalah model untuk karier. Hari ini, empat setengah tahun dan menurun, ” seperti yang dikatakann Indranil Roy, kepala Future of Work Center of Excellence, yang didirikan oleh konsultan global Deloitte.

Jadi, solusinya adalah penekanan yang jauh lebih besar pada pengalaman dunia nyata. Itu mungkin juga berarti mengambil pekerjaan atau magang jangka panjang saat masih belajar. Selain pengalaman karir, ini memberikan siswa kecakapan hidup untuk bernegosiasi dan berinteraksi dengan kolega.

Ok,
Sekian dulu artikel siang hari ini mengenai "Menerapkan ROBOT sebagai pengganti kita Berkarir". Semoga artikel ini bermanfaat bagi teman-teman sekalian dalam menambah wawasan pengetauan kita seputar Teknologi.😁

Oh iya, teman-teman bisa membaca versi asli tulisan ini di BBC Future dengan judul Humanics : A way to 'robot-proof' your career?
loading...

0 komentar:

Posting Komentar